Gunung Bromo Naik Pelan tapi Pasti: Hasil kajian dengan InSAR Sentinel-1
Info TSPDSDGs 11 Kota dan Komunitas yang BerkelanjutanSDGs 13 Penanganan Perubahan IklimSDGs 9 Infrastruktur, Industri dan Inovasi Jumat, 31 Oktober 2025
Tim peneliti Sekolah Vokasi UGM yang dipimpin Hidayat Panuntun, S.T., M.Eng., D.Sc. berhasil mengungkap bahwa kawasan Kaldera Tengger yang menaungi Kompleks Gunung Bromo mengalami pengangkatan (uplift) vertikal yang bersifat luas dan hampir linier selama periode Maret 2017 hingga Februari 2021. Temuan ini diperoleh melalui pemanfaatan data InSAR multi-orbit Sentinel-1 (ascending dan descending) yang diproses dengan sistem LiCSAR–LiCSBAS untuk mendapatkan deret waktu perpindahan permukaan bumi.
Hasil pemodelan menunjukkan bahwa dalam kurun empat tahun tersebut terjadi kumulatif pengangkatan sekitar 91 mm dengan kecepatan maksimum mencapai 24,76 mm/tahun. Pola kenaikan ini tidak hanya muncul di sekitar kawah aktif, tetapi mencakup hampir seluruh lantai kaldera (sand sea) dan lereng bagian dalam, sehingga ditafsirkan sebagai respons terhadap inflasi dangkal dari sistem magmatik atau hidrotermal yang pasokannya lebih besar daripada pelepasan material melalui erupsi kecil dan degassing.
Menurut Panuntun, kendala utama pemantauan deformasi gunung api dengan InSAR adalah karena pengukuran umumnya hanya satu dimensi, yakni mengikuti garis pandang satelit (LOS) sehingga sulit membedakan perpindahan horizontal dan vertikal. Dengan menggabungkan dua geometri orbit, timnya berhasil mendekomposisi perpindahan LOS menjadi komponen naik (up) yang lebih representatif untuk analisis tekanan magma, dan sekaligus mengurangi ambiguitas interpretasi yang kerap muncul ketika sinyal LOS orbit naik dan turun berlawanan. “Pendekatan multi-orbit membuat peta deformasi vertikal kita jauh lebih kredibel untuk keperluan kesiapsiagaan,” ujarnya dalam laporan risetnya.
Kegiatan riset ini selaras dengan beberapa Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Pertama, SDG 11: Kota dan Permukiman yang Berkelanjutan, karena informasi deformasi vertikal yang presisi membantu pemerintah daerah dan pengelola kawasan wisata Bromo–Tengger–Semeru dalam menata ruang berbasis risiko erupsi dan bahaya geologi. Kedua, SDG 13: Penanganan Perubahan Iklim dan Mitigasi Bencana, sebab hasil penelitian langsung memperkuat sistem peringatan dini dan surveilans gunung api berbasis data pengindraan jauh. Ketiga, riset ini juga berkontribusi pada SDG 9: Industri, Inovasi dan Infrastruktur melalui pemanfaatan teknologi geospasial mutakhir (InSAR multi-orbit, pemrosesan LiCSAR–LiCSBAS) untuk layanan publik di bidang kebencanaan. Dengan demikian, keluaran ilmiah dari penelitian ini tidak hanya menambah pemahaman tentang dinamika magmatik Bromo, tetapi juga memberi dasar ilmiah yang dapat segera dioperasionalkan untuk pembangunan yang aman dan berkelanjutan di kawasan vulkanik aktif Indonesia.